PEKANBARU, TNN – Pemahaman yang mendalam terhadap pendidikan inklusi perlu dimulai dengan pengenalan berbagai jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Edukator dan calon guru sebaiknya mengenali kategori ABK seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autisme, dan kesulitan belajar lainnya—karena setiap jenis memiliki kebutuhan dan pendekatan pembelajaran yang unik
Demikian disampaikan Menurut Kepala sekolah SMAN 16 Pekanbaru Dr. Hj.Nurhafni,M.Pd saat membuka kegiatan sosialisasi penyelenggaraan pendidikan inklusi di aula SMAN 16 Pekanbaru, Selasa (22/7/2025).
Menurutnya, dengan memahami karakteristik fisik, intelektual, sosial, dan emosional masing-masing ABK, pendidik dapat mengembangkan metode diferensial yang efektif, seperti penggunaan alat bantu visual untuk tuna rungu, strategi multisensori untuk tunanetra, atau rancangan kegiatan berbasis terapi motorik untuk tunadaksa.
“Dengan bekal pengetahuan yang kuat tentang jenis dan karakteristik ABK, guru mampu merancang kurikulum adaptif dan menjalankan proses pembelajaran yang responsif terhadap perbedaan individu. Ini bukan hanya penting demi memfasilitasi pembelajaran ABK agar mencapai potensi maksimal mereka, tetapi juga turut membangun profesionalisme guru serta memperkokoh dasar inklusi yang adil di lingkungan pendidikan,” jelasnya.
Dalam kelas inklusif, ssambungnya, siswa tanpa kebutuhan khusus memperoleh manfaat besar; mereka belajar menghargai perbedaan, membangun empati, dan memperkuat keterampilan sosial seperti toleransi dan kolaborasi—menjadikan mereka lebih siap menghadapi masyarakat .
“Selain itu, guru di sekolah reguler yang menerapkan inklusi juga mengalami perkembangan profesional yang signifikan: mereka menjadi lebih kreatif, adaptif, dan kompeten dalam menghadapi ragam kebutuhan siswa, memperluas wawasan serta metode pengajarannya,” katanya.
Ditambahkan Nurhafni, satu kata kunci yang menjadi inti dalam penerapan pendidikan inklusi di sekolah reguler, adalah Kesetaraan.
Kata “kesetaraan” menjiwai seluruh filosofi pendidikan inklusif: memberikan akses, partisipasi, dan hasil belajar yang setara kepada seluruh siswa—termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)—tanpa diskriminasi.
“Pendidikan inklusif bukan hanya soal memasukkan ABK ke kelas reguler, melainkan membangun sistem yang memungkinkan setiap siswa berkembang sesuai potensinya. Prinsip ini mencakup adaptasi kurikulum, metode pengajaran yang variatif, serta dukungan fasilitas yang memenuhi kebutuhan individual semua peserta didik,” terangnya.
Peserta kegiatan sosialisasi ini adalah pendidik dan tenaga kependidikan SMAN 16 pekanbaru dengan nara sumber dari Unilak, Heleni Filtri, M.Psi. . Kegiatan dilaksanakan secara menarik dan para peserta didik tetap melaksanakan proses pembelajaran dengan menggandeng mitra PCR, LP3I, Universitas Persada Bunda.
© 2020 SMA NEGERI 16 Pekanbaru. Seluruh Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Tinggalkan Komentar